Minggu, 11 April 2010

Antara Hati, Kebijaksanaan, dan Kecerdasan.

Andri Fadhlan M Huda 20 Maret jam 21:45 Balas
Assalammu'alaikum ikhwah fillah.

Kita telah tahu bahwa ada dua sisi berbeda dari jiwa manusia, yang satu mengarah kepada kebaikan dan yang satunya lagi mengarah kepada kejahatan. Bijaksana atau tidaknya seseorang bergantung pada dua sisi jiwa orang itu. Al-Qur'an memberitahu kita bahwa tingkah laku yang mengikuti nafsu adalah tidak bijaksana. Sebaliknya, setia kepada sisi baik dari jiwa membawa kepada kebijaksanaan.

Seseorang yang menjadi budak dari hawa nafsunya tidak dapat mengisi hatinya dengan ingat kepada Allah, maka dengan segera dia kehilangan kebijaksanaan. Al-Qur'an merujuk orang-orang seperti ini sebagai orang-orang yang kehilangan kebijaksanaan. Awalnya memang tak dapat dipahami. Sebab kebanyakan orang menganggap bahwa semua orang itu bijaksana dan menganggap bahwa kebijaksanaan itu tidak pernah berubah. Namun ada hal yang lebih membingungkan seputar perbedaan kebijaksanaan dan kecerdasan. Orang menganggap bahwa keduanya sama padahal berbeda. Setiap orang dapat memiliki kecerdasan tetapi kebijaksanaan hanya dimiliki oleh orang-orang yang beriman.

Dengan mengetahui bahwa sisi jahat jiwa dapat membuat seseorang kehilangan kebijaksanaan, maka kita harus tahu bagaimana cara memperoleh kebijaksanaan. Jawabannya jelas. Seseorang memperoleh kebijaksanaan ketika dia mematuhi kesadarannya yang memberinya cara untuk menghalangi sisi jahat dari jiwanya mengambil alih.

Kebijaksanaan sebagaimana diacu di dalam Al-Qur'an, merupakan gejolak yang dialami di dalam jiwa. Dalam lebih dari satu ayat diterangkan bahwa hati belajar untuk bijaksana. Dengan demikian kita mengetahui bahwa kebijaksanaan berbeda dari kecerdasan yang merupakan fungsi otak semata. Kebijaksanaan ada di dalam hati dan jiwa manusia. Al-Qur'an menjelaskan bahwa kebijaksanaan ada di dalam hati, dan orang yang tanpa kebijaksanaan, akan kurang pemahamannya karena hati mereka terkunci. Firman Allah: Apakah mereka yang mendustai Rasul itu tidak pernah bepergian di muka bumi ini, supaya hatinya tersentak untuk memikirkan kemusnahan itu, atau mengiang di telinganya untuk didengarkan? Sebenarnya yang buta bukan mata yang ada di kepala, tetapi hati yang ada di dalam dada. Al-Hajj:46

Sesungguhnya telah kami sediakan untuk penghuni neraka itu banyak jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi mereka tidak mempergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, menghayati tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengarkan ayat Allah. Mereka tidak ubahnya seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka orang-orang yang alpa. Al-A'raf:179. Wallahu a'lam

Wassalammu'alaikum

SYUKUR NIKMAT

Miftakhun Nurul Jannatin 21 Maret jam 19:17 Balas
Kaca yang selanjutnya yang bisa kita jadikan cermin adalah perintah untuk mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada manusia. Perintah ini sebenarnya lebih tepat bila dirasakan sebagai sindiran atas kekerdilan kita dalam memahami konsep balas budi. Sebagai makhluk yang semula tidak ada, lalu diadakan serta dilimpahkan kepadanya bumi seisinya, manusia terlalu bodoh untuk menganggap semua itu sebagai proses alamiah. Karena semua nikmat penciptaan, kucuran rizki dan potensi alam ini ada yang mengatur, ada yang memberikan ada yang menganugerahkan dan harus ada timbal balik untuk mensyukuri semuanya. Namun karena banyaknya nikmat yang diterima, justru membuat manusia lupa berteima kasih kepada Yang Memberi. Sehingga akan banyak kita temukan manusia yang tergolong ingkar kepada Allah.

Dalam sebuah hadits Nabi saw. menyebutkan manusia memiliki 360 persendian yang wajib disyukuri masing-masing sendinya. Di luar itu manusia masih berkewajiban mensyukuri nikmat udara yang bersih, sinar matahari, air serta berfungsinya sistem organ tubuh dan panca indra. Semuanya wajib disyukuri karena nikmat-nikmat tersebut tidak dapat tidak ternilai harganya.

فَاذْكُرُوْنِى اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِى وَلاَ تَكْفُرُوْنَ ( البقرة : 152 )
Artinya: Sebab itu ingatlah kepada Ku, supaya Aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah kepadaKu dan janganlah mengingkari nikmatKu (Qs. 2 : 152).

Perintah agar manusia mensyukuri secara rinci nikmat yang telah Allah berikan dan larangan mengkufuri nikmat tersebut. Terkandung pengertian bahwa bila tidak syukur, maka tercatat sebagai manusia yang kufur. Kini kita tahu bahwa sifat kafir itu mudah hinggap pada seseorang. Kita jangan terpasung dalam pemahaman sempit tentang makna kafir. Karena dalam bahasan ini yang dimaksud kafir adalah kafir kepada nikmat Allah (kufur bin ni’matillah). Namun jangan sekali-kali meremehkan sifat kafir ini. Sebab mengkufuri ni’mat Allah sama saja dengan mengkufuri Allah itu sendiri. Sehingga Allah mengancam dengan siksa yang amat pedih, bagi siapa saja yang mengkufuri nikmat-Nya.

Di balik ancaman siksa bagi yang kufur terhadap nikmat-Nya, Allah memberikan janji akan menambah kenikmatan kepada seorang hamba jika mau mensyukuri nikmat yang telah diberikan. Bahwa semua yang ada di dalam dan di atas bumi serta di bawah langit ini merupakan nikmat dari Allah. Dari sini bisa kita koreksi bersama diri kita masing masing, tidakkah manusia banyak yang terlibat kufur ? Sudahkah kita ingat dan bersyukur kepada Allah ketika mendapat sinar matahari yang merupakan sumber energi. Tidakkah kita selalu menganggap sinar matahari sebagai suatu keniscayaan dan hal yang lumrah, sehin gga lupa bersyukur. Demikian pula ketika setiap sekian detik menghirup udara sejak lahir sampai meninggal, hampir tidak ada yang mensyukurinya.

Ketika seorang bisa duduk, bisa memegang pulpen, bisa menggerakkan siku untuk mengantarkan gelas ke mulut dan lainnya, pasti lupa untuk menyadari bahwa hal tersebut wajib disyukuri. Kalau demikian, di mana orang yang tidak terlibat kufur, manusia tipe apa yang tidak terancam ayat di atas?

SHALAWAT MUBROM

Kang Khoer 22 Maret jam 8:31 Balas
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَادْفَعْ عَنَّا مِنَ الْبَلاَءِ الْمُبْرَمِ اِنَّكَ عَلىَ كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

"Allohumma sholli `ala sayyidina Muhammadin, wadfa` anna minal bala`il mubromi, innaka `ala kulli syai`in qodir" wa`ala alihi wa shohbihi wasallim.

Ya allah.. limpahkanlah rahmat kpd junjungan kami Nabi Muhammad, dan tolaklah dari kami semua, bala` (musibah) Mubrom, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu, serta berilah rahmat kpd keluarganya, sahabat2nya, dan keselamatan.

Fadhilahnya:
Barang siapa yg mendawamkan membaca shalawat ini, maka insyaAllah dengan izin Allah dari keberkahannya akan terhindar dari musibah besar yg akan menimpanya.

Memaknai Islam adalah Rahmat Bagi Semesta Alam

Andri Fadhlan M Huda 23 Maret jam 21:16 Balas
Assalammu'alaikum Ikhwah fillah
Bismillahirrohmanirrohim

Islam merupakan rahmat bagi semesta alam, Dengan misi inilah Allah mengutus Rasul-Nya Muhammad. Sebagaimana dalam firman-Nya dalm QS.21 Al-Anbiyaa' ;107 : Awamaa arsalnaaka illaa rahmatan lil'aalamiina
Artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

sesungguhnya beliau adalah Rasulullah (utusan Allah) yang selalu membacakan ayat-ayat Allah kepada umatnya, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka al kitab(Al Qur’an) dan Al Hikmah, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri. Ia membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab ( Al Qur’an) dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka berada dalam kesesatan yang nyata (Ali Imran : 164 ).

Agama Islam adalah agama yang sempurna. Agama kebaikan dan bukan agama perusak. Demikianlah wasiat Allah kepada Rasulullah dan juga kepada seluruh kaum muslimin sebagaimana dalam firman-Nya : ” Dan berbuat baiklah ( kepada orang lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di ( muka ) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan ( Al Qashash : 77 )

Sehingga hanya agama Islam yang diridhai oleh Allah, dan siapa saja yang mencari selain Islam sebagai agama baginya, maka tidak akan di terima oleh Allah dan di akhirat menjadi orang yang merugi. Sebagaimana firman Allah : ” Sesungguhnya agama ( yang diridhai ) disisi Allah hanyalah Islam.” ( Ali Imran : 19 )

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu ) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi (Ali Imran : 85 )

Bahkan Allah berwasiat : ” Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” ( Ali Imran : 102 )

Ketika cahaya Islam menerangi kegelapan peradapan umat manusia sejak 1439 silam, maka musuh-musuh Islam tiada henti membencinya. Upaya-upaya memadamkan cahaya itu pun senantiasa dilakukan. Allah berfirman : ” Meraka berupaya untuk memadamkan cahaya ( agama ) Allah dengan mulut ( ucapan-ucapan ) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik benci.” ( Ash Shaff : 8-9 )

oleh karenanya orang-orang kafir dan musyrik dari berbagai macam jenisnya sangat berkepentingan untuk merealisasikan niatnya dan bahkan orang-orang munafik (orang-orang yang menampakkan keislaman, namun menyembunyikan kebencian terhadap Islam) sekalipun.
Allah berfirman dalam QS.At Taubah:107 : “Dan (diantara orang-orang musyrik itu) ada orang-orang yang membangun masjid untuk menimbulkan kemudharatan bagi orang-orang beriman untuk kekafiran dan memecah belah intern orang-orang yang beriman serta melakukan pengintaian untuk (kepentingan) orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka benar-benar bersumpah: “Kami tidak menghendaki kecuali kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”

Kreasi dan inovasi mereka pun selalu muncul untuk konspirasi jahat tersebut, sesuai dengan masa dan eranya. Tak luput, pada era kita ini isu ” Terorisme” ternyata cukup ampuh untuk memojokkan dan menjatuhkan mental kaum muslimin. Walaupun sejarah telah mencatat bahwa Allah selalu melindungi Islam dan kaum muslimin dalam berbagai fitnah dan gejolak yang mereka munculkan itu.

Keberadan syariat jihad fi sabilillah ( perang dijalan Allah ) yang demikian mulia dalam agama Islam, benar-benar sebagai monster yang mengerikan bagi orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sehingga merekapun berupaya mengopinikan di dunia internasional sebagai terorisme.

Sementara dilain pihak, ada oknum-oknum dari kaum muslimin yang berlebihan bahkan sesat di dalam memahami makna jihad fi sabillah. Sehingga dalam sudut pandang mereka yang radikal itu, bom bunuh diri, peledakan-peledakan bom di tempat keramaian yang banyak di kunjungi turis, dan aksi-aksi terror lainnya di negeri-negeri kaum muslimin merupakan bagian dari jihad fiisabillah.

Padahal tidaklah demikian ajaran yang digariskan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Karena ajaran Rasulullah dan para shahabatnya adalah rahmat bagi semesta alam. Lalu ajaran siapakah itu ?
Jawabannya adalah ajarannya kaum khawarij yang dinyatakan oleh Rasulullah ” anjing-anjingnya penduduk neraka”.

Dengan modal semangat keislaman yang tinggi, dan minimnya ilmu agama yang murni dari Rasulullah dan para shahabatnya. Rujukan keilmuan mereka didalam menyikapi situasi dan kondisi saat ini adalah buku-buku sayyid Qutb, Abul A’la Al Maududi, Salman Al Audah, Safar Hawali dan sejenisnya dari neo-khawarif, akhirnya timpanglah pola pikir dan gerakan-gerakan mereka. Tak pelak, mayoritas pemerintah-pemerintah kaum muslimin di dunia ini.divonis telah murtad, para ulama’ Ahlus Sunnah abad ini divonis sebagai antek-antek Barat sementara dengan bangganya mereka mengklaim dirinya sebagai ” para mujahidin”.

Jihad apakah yang mereka lakukan ?! sungguh perbuatan mereka itu lebih pantas disebut terorisme dan mereka lebih pantas disebut teroris. dari pada kebaikan yang mereka inginkan. ( untuk lebih jelasnya bacalah buku ” Mereka Adalah Teroris” karya Al Ustadz Luqman bin Muhammad ba’abduh, dengan tebal 720 Halaman, terbitan pustaka Qaulan Sadida - Malang ).

Para pembaca, adanya oknum-oknum seperti diatas yang membawa lebel Islam dimanfaatkan betul oleh orang-orang kafir dan orang-orang munafik ( baca: Amerika dan antek-anteknya ). ” Batalyon Opini” merekapun dengan gencarnya menebarkan isu terorisme dan kaum muslimin adalah para teroris. Hingga akhirnya tertanam suatu paradigma yang salah di tengah masyarakat, bahwa cirri-ciri teroris adalah selalu berpakaian muslim ( jubah, gamis, sorban dll>, berjenggot, pakaian di atas mata kaki, rajin shalat berjamaah, dan kaum wanitanya berbusana muslimah.Subhanallah… padahal itu semua adalah tuntunan nabi, bahkan diantara konsekuensi seseorang yang mengatakan muslim atau muslimah.

Demikianlah makar musuh-musuh yang tiada henti, Namun kita yakin suatu hari pasti akan sirna. Sebagaimana firman Allah :
“Dan ( ingatlah ), ketikan orang -orang kafir ( Quraisy ) memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap, memenjarakanmua atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipudaya dan Allahlah yang menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” ( Al Anfaal:30 )

Sebagai penutup, kami ( sebagai pribadi musilm ) ingin menyampaikan beberapa nasehat ( masukan ) kepada seluruh Kaum muslimin.

1. seluruh komponen kaum muslimin hendaknya selalu memperdalam agama islam yang murni, yang bersumber dari Rasulullah dan para shahabatnya, dengan suatu harapan agar Allah selalu membimbing kita dalam menyikapi perubahan situasi dan kaondisi atau wolak-waliknya jaman.

2. kaum muslimin hendaknya bersabar dan bertawakal kepada Allah dalam menghadapi segala fitnahan murahan musuh-musuh Islam, serta tidak mudah terpengaruh dengan prinsip khawarij teroris dan penampilan ” kepahlawanan ” aktor-aktor mereka. Karena meraka telah jauh menyimpang dari jalan Rasulullah .

3. sebagaimana pula para penguasa kaum muslimin, baik sipil ataupun militer, hendaknya tidak mudah di provokasi dan diadu-domba dengan kaum muslimin sikap bijak, jeli dan teliti selalu dituntut sebelum ” menangkap ” orang -orang yang diidentifikasikan sebagai teroris ( alias tidak pukul rata ). Karena semua tindakan kelak dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Sang Raja di Raja, dan Tuhan Semesta Alam.

Semoga Allah selalu memberikan petunjuk kepada kita semua diatas jalan yang lurus, menjauhkan mereka dari segala makar musuh-musuh Islam, musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin, dan memudahkan mereka untuk menegakkan keadilan, ketentraman dan kesejahteraan umat. Amin ya Rabbal ‘Alamin.


MENYADARI DOSA PRIBADI

Muhammad Zainuri 25 Maret jam 21:12 Balas
Seandainya kita mampu meneliti dan menelusuri secara cermat tingkah laku dan perbuatan kita selama hidup, kemudian dicocokkan dengan dasar dasar agama dengan sungguh-sunguh, kemungkinan besar kita akan mendapati diri dalam genangan dosa. Dosa-dosa tersebut bisa jadi timbul dari kesalahan berinteraksi. Itu nampak dari interaksi kepada sesamanya, kepada binatang, alam, maupun dosa kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa). Dengan cermin dan penelusuran ayat-ayat di atas misalnya, sudah bisa dilihat seberapa banyak dosa yang menumpuk di pundak manusia dalam setiap harinya. Saat duduk, berbaring, berjalan dan aktifitas apapun tidak ingat Allah merupakan dosa. Tidak mempedulikan kepentingan bangsa dan agama yang membutuhkan, termasuk dosa, dan bahkan tergolong manusia yang tidak memiliki kebenaran. Dalam setiap keluar masuknya nafas, manusia lalai mensyukuri nikmat yang diberikan Allah baik nikmat jasmani maupun nikmat rohani, juga merupakan dosa dan kedurhakaan yang diancam siksa.

Hal itu memberi kejelasan kepada kita bahwa setiap hari, setiap saat manusia tidak bisa terhindar dari dosa. Ini sebuah kewajaran dan sebuah keniscayaan, dalam kapasitasnya yang dloif. Harus ada proses penyadaran dan pertaubatan sebelum ajal menjemput, selama masih ada kesempatan taubat dan perbaikan. Sebab jika mau meneliti dan mengakui secara jujur, sebenarnya kewajaran tersentuh dosa itu berlaku pula atas orang-orang terpandang senior agama, cendekiawan, konglomerat sampai kaum awam. Jangan hendaknya berpikir dan berprilaku seperti kebiasaan manusia sejak zaman Adam hingga masa sekarang yang tidak mau menyadari bila diri terlibat dosa dan sesat, karena merasa sudah baik dan benar. Sebab para Rasul terdahulu tidak malu mengakui dosa dan kehilafan dirinya. Antara lain pertaubatan Rasul Adam as, (rasul sekaligus bibit unggul manusia) yang secara terbuka menyadari dirinya dholim seperti dikisahkan dalam Al Quran :

قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ (الاعراف : 23 )
Artinya: Keduanya berkata : Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Bila Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk orang orang yang merugi (Qs. 7 : 23).

Demikian pula Rasul Yunus as. yang menyesali dan meminta ampun kepada Allah atas kedhaliman dirinya dikarenakan tidak sabar dan meninggalkan ummatnya dalam keadaan marah. Penyesalan dan pengakuan dhalim itu diabadikan dalam Al Quran :

وَذَالنَّوْنِ اِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ تَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِى الظُّلُمَاتِ اَنْ لآَّ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ ( الانبياء : 87 )
Artinya: Lalu ingat pula kisah Dhunnun ketika ia pergi dengan mendongkol meninggalkan kaumnya. Dia mengira bahwa kami tiak mampu mempersulit keadaannya. Lalu dia mendoa dalam tiga rangkaian kegelapan bahwa : Tidak ada Tuhan selain Engkau : Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku terlibat orang dhalim. (Qs. 21 : 87)

Demikian pula pengakuan dhalim Rasul Musa as. (ulil azmi) disebabkan pukulannya yang mengakibatkan kematian seorang bangsa Mesir. Beliau merasa dosa dan dhalim karena memukul orang dengan nafsu marah dan membela kaumnya sendiri yang belum tentu berada di fihak yang benar. Namun karena termasuk jiwa yang maksum (terjaga) maka segera diingatkan Allah akan kesalahannya dan menyadari.
قَالَ رَبِّ اِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى فَاغْفِرْ لِى فَغَفَرَلَهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمِ (القصص : 16 )
Artinya: Musa mendoa : Ya tuhanku ! bahwasannya aku telah berlaku aniaya terhadap diriku sendiri, karena itu ampunilah aku. Lalu Tuhan mengampuninya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Penyayang, (Qs.28 : 16)

Selanjutnya Rasul Muhammad saw. yang merupakan pendekar kebenaran sedunia, dalam sebuah hadits disebutkan bahwa setiap hari tidak kurang dari tujuh puluh kali sowan kepada Allah untuk meminta ampun. Para Rasul yang sedemikian tinggi derajatnya di sisi Allah, tidak malu mengakui dirinya berdosa, dhalim dan khilaf. Mereka merupakan contoh dan teladan bagi ummatnya sampai akhir zaman nanti. Namun anehnya umat sekarang tidak ada yang merasa berdosa dalam setiap harinya. Apalagi yang terpandang alim dan tokoh agama, lebih sukar baginya untuk menyadari adanya dosa dalam dirinya. Karena tidak merasa berdosa, sehingga kehendak hati untuk meminta ampun juga tidak ada. Padahal Allah menyeru kepada hamba-Nya agar berlomba dan bersegera dalam mencari dan mendapatkan ampunan dari Allah (Lihat Qs. Ali Imran : 133). Hal ini disebabkan Allah Maha Mengetahui bahwa dengan bertambahnya dosa manusia tiap saat, jika tidak di taubati dengan segera dan cepat cepat, dikhawatirkan akan tersusul (didahului) kematian yang datang dengan tiba tiba.

Kalau para Rasul saja tidak malu menyadari bila tersentuh dosa dan dhalim, lalu mengapa umat sekarang congkak dan selalu merasa baik ?. Mungkinkah perilaku dan kondisi umat dan para ulama, tokoh agama, cendekiawan sekarang lebih baik dan lebih suci dari para Nabi-Rasul itu ? Sebaliknya, ummat yang demikian adalah umat yang dibiarkan Allah. Sedangkan para Rasul itu selalu mendapatkan penjagaan dari Allah (ma’sum). Sehingga begitu tersentuh dosa langsung diperingatkan, tidak sampai berlarut-larut dalam kesalahan.

Untuk itu mari meninggalkan ego dan sikap gila hormat serta segera meneliti dosa dan kedhaliman diri, menyadari kemudian menaubatinya, sebelum ajal menjemput. Sebab demikian itulah ciri manusia dewasa dan beriman, menyadari dosa sebelum datangnya pati. Jangan sampai bernasib seperti orang bodoh, kaum kafir yang menyadari dosa setelah ajal menjemput, setelah berada di alam kubur. Karena tidak ada gunanya kecuali vonis siksa.

“Allah swt menyebutkan sabar di dalam al-Qur’an lebih dari 70 tempat.”

Andri Fadhlan M Huda 26 Maret jam 6:39 Balas
Assalammu'alaikum Ikhwah Fillah
Bismillahirrohmanirrohim


Allah SWT berfirman dalam QS. Ar-Ra’d [13]:23-24
“…Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Sabar termasuk akhlak yang paling utama yang banyak mendapat perhatian Al-Qur’an dalam surat-suratnya. Imam al-Ghazali berkata, “Allah swt menyebutkan sabar di dalam al-Qur’an lebih dari 70 tempat.”
Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Ahmad: “Sabar di dalam al-Qur’an terdapat di sekitar 90 tempat.”

Abu Thalib al-Makky mengutip sebagian perkataan sebagian ulama: “Adakah yang lebih utama daripada sabar, Allah telah menyebutkannya di dalam kitab-Nya lebih dari 90 tempat. Kami tidak mengetahui sesuatu yang disebutkan Allah sebanyak ini kecuali sabar.”


Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Di antaranya disebutkan pada QS.Al-Kahfi [18]: 28 “Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka.”

Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah), sebagaimana di dalam firman Allah QS. Ibrahim [14]: 21, “…sama saja bagi kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”

Macam-macam Sabar Dalam al-Qur’an
Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai kata sabar. Imam al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Yang kedua adalah al-shabru al-Nafsi (kesabaran moral) dari syahwat-syahwat naluri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu.

Bentuk kesabaran ini (non fisik) beraneka macam;
Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah

Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah.

Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu, kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr)

Jika sabar di dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut)

Jika sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional)

Jika sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia)

Jika sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah)

Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar, ketika pada suatu hari Rasulullah saw ditanya tentang iman, beliau menjawab: Iman aadalah sabar. Sebab kesabaran merupakan pelaksanaan keimanan yang paling banyak dan paling penting. “Dan orang-orang yang sabar dalam musibah, penderitaan dan dalam peperangan mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)

Dari itu kita dapat memahami mengapa al-Qur’an menjadikan masalah sabar sebagai kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga dan sarana untuk mendapatkan sambutan para malaikat. Dalam surat Al-Insan [72]: 12 “Dan Dia memberi balasan kepada mereka atas kesabaran mereka dengan surga dan (pakaian) sutera”. Dalam surat Ar-Ra’d [13]:23-24 “…Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”

Wassalammu'alaikum

Al Mabaadi Al-Mufidah fit-Tauhidi wal-Fiqih wal Aqidah (Bag 4)

Al Mabaadi Al-Mufidah fit-Tauhidi wal-Fiqih wal-Aqidah

Oleh : Asy-Syaikh Yahyah bin Ali Al-Hajuri hafizhullah (Ulama Hadits Yaman)

Pemberitahuan :
Perlu diperhatikan. Judul Bab seperti DAKWAH PARA NABI atau yang lain nya yang ditulis sebelum soal dengan hukum besar, baik pada buletin ini atau sebelum nya. Adalah tambahan dari saya sendiri. Adapun dari tulisan Syaikh Yahya hafizhullah tidak. Hal ini saya tambahkan supaya memberikan judul pada pembahasan yang beliau lakukan.

DAKWAH PARA NABI
Syaikh Yahya bin Ali Hajuri hafizhullah berkata :
[22] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Apa pengertian dari Tauhid yang didakwahkan oleh seluruh Rasul?”

Katakanlah: (Tauhid) artinya mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam peribadatan.
Dalilnya adalah firman Allah:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (QS An-Nisa [4] : 36)

Dan Allah berfirman:
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". (QS Al-Ikhlas[12] : 1-4)

PEMBAGIAN TAUHID
[23] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Apakah kategori Tauhid kepada Allah?”
Katakanlah : Ada tiga kategori Tauhid :
1. Tauhid Rububiyah (Keesaan Allah dalam perbuatan-Nya)
2. Tauhid Uluhiyah (Keesaan Allah dalam peribadatan)
3. Tauhid Asma’ was-Sifat (Keesaan Allah dalam asma’ dan sifat-Nya)

Dalilnya adalah firman Allah:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Dan firman-Nya:
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS Maryam [19] : 65)
Kedua ayat ini memuat ketiga kategori Tauhid tersebut.

Saya (Prima) berkata : ”Silahkan baca kitab Syaikh Prof. DR. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr yang judul terjemahan nya ”Mengapa Tauhid Dibagi Menjadi Tiga” terbitan Darul Ilmi. Disitu ada dalil dan penjelasan yang panjang tetang hal ini. Dan bantahan terhadap orang yang mengingkari pembagian tauhid ini. Adapun pembagian tauhid menjadi 20, Tidak ada dasarnya didalam islam. Insya’Allah akan dibahas setelah pembahasan kitab ini selesai”

AMALAN TERBAIK DAN TERBURUK
[24] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Apakah amal terbaik dan apakah amal yang terburuk?”
Katakanlah : Amal baik yang paling besar adalah melaksanakan Tauhid dan keburukan yang paling buruk adalah Syirik.

Dalilnya adalah firman Allah :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S An-Nisa [4] : 48)

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun, dan tidak pula mempunyai teman yang akrab, maka sekiranya kita dapat kembali sekali lagi (ke dunia) niscaya kami menjadi orang-orang yang beriman".” (Q.S Asy-Syu’ara [26] : 100-102)

Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Syafaatku (pada hari kiamat) adalah bagi umatku yang melakukan dosa-dosa besar.” (H.R Ahmad. Dengan derajat shahih).

Jabir bin Abdullah Radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang mati sedangkan dia tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang mati sedangkan dia mempersekutukan Allah dengan sesuatu, maka dia akan masuk neraka.” (HR Muslim)

TINGKATAN DIDALAM ISLAM
[25] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Ada berapa tingkat di dalam agama ini (islam)?”
Katakanlah : Ada tiga tingkatan di dalam agama : (1) Islam, (2) Iman dan (3) Ihsan.
Dalilnya adalah hadits Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu dalam Shahih Muslim (no. 8) yakni,
malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam tentang Islam, Iman dan Ihsan.

Saya (prima) : Hadits yang Syaikh Yahya hafizhullah maksud, sudah saya berikan dibeberapa buletin yang lalu. Silahkan lihat lagi.

DEFINISI IMAN
[26] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Apakah iman itu?”
Katakanlah : Iman adalah ucapan lisan, keyakinan hati dan perbuatan anggota badan. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Dalilnya bahwa iman adalah ucapan lidah dan perbuatan anggota badan adalah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, dimana Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda :
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang, yang paling tinggi adalah kalimat Laa ilaaha illa (Tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Dan malu adalah sebagian dari iman.” (Diriwayatkan : Mutafaq'alaih).

Dalil bahwa iman adalah keyakinan hati adalah pada hadits Umar Radhiyallahu’anhu di atas, yang menyebutkan enam rukun iman. (Hadits pembahasan no 25-prima)

Dan juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS Al-Ma’idah [5] : 23)

Anas bin Malik Radhiyallahu’alaihi wa Sallam meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Tanda-tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar, dan tanda-tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar.” (Diriwayatkan : Mutafaq alaih)

Dalil bahwa iman bertambah dengan ketaatan adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal,” (QS Al-Anfal [8] : 2)

Dan Allah berfirman:
“dan supaya orang yang beriman bertambah imannya” (QS Al-Mudtatstsir [74] : 31)

Dalil bahwa iman berkurang dengan maksiat adalah sama dengan dalil yang menunjukkan bertambahnya iman. Hal ini karena sebelum (iman) bertambah tentunya dia terlebih dahulu berkurang.

Berkata Imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya Bab 33: Apabila seseorang meninggalkan sebagian dari kesempurnaan (iman), maka agamanya tidaklah sempurna.

Dalil lain dari berkurangnya iman adalah hadits tentang cabang-cabang Iman yang telah disebutkan (diatas tadi). Juga terdapat hadits dari Abu Sa’id al-khudri Radhiyallahu’anhu dimana Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka ia harus merubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak sanggup, maka (dia harus merubah) dengan lisannya, jika dia tidak sanggup, maka (dia harus merubah) dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (H.R Muslim)

Hadits ini juga menunjukkan bahwa melarang kemungkaran adalah sebagian dari Iman.

RUKUN IMAN
[27] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Ada berapa rukun Iman?”
Katakanlah: Ada enam rukun Iman. Dalilnya adalah hadits Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu adalah Shahih Muslim dimana malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam tentang Iman, maka beliau menjawab:
"Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk." Kemudian Jibril berkata; “Engkau benar.” (Diriwayatkan : Mutafaq alaih dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu)

DEFINISI IHSAN
[28] Jika seseorang bertanya kepadamu; “Apa pengertian Ihsan?”
Katakanlah: Ihsan berarti : “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” Ini diriwayatkan dari Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam dalam hadits Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu sebagaimana dapat dilihat pada Shahih Muslim no. 8.

---oooOOOooo---

(Ditulis oleh Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuri hafizhullah)

Saya (prima) dari penjelasan ringkas Syaikh Yahya bin Ali Al-Hajuri hafizhullah diatas bisa kita ambil faidah :
1. Amal baik yang paling besar adalah melaksanakan Tauhid dan keburukan yang paling buruk adalah Syirik.
2. Pembagian Tauhid didalam Islam hanya ada tiga :
a. Tauhid Rububiyah (Keesaan Allah dalam perbuatan-Nya)
b. Tauhid Uluhiyah (Keesaan Allah dalam peribadatan)
c. Tauhid Asma’ was-Sifat (Keesaan Allah dalam asma’ dan sifat-Nya)
3. Tauhid yang didakwahkan para Nabi dan Rasul adalah mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam peribadatan.
4. Tingkatan di dalam agama ada tiga : (1) Islam, (2) Iman dan (3) Ihsan.
5. Iman adalah ucapan lisan, keyakinan hati dan perbuatan anggota badan. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
6. Rukun Iman ada Enam
7. Ihsan adalah kita beribadah kepada seakan – akan kita melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian apa yang dapat disampaikan kepada pembaca yang mulia, semoga Allah memberikan kepada kita ilmu agama yang bermanfaat. Semoga Allah merahmati kita semua.

Selanjutnya pertanyaan no 29 dan seterus nya bersambung minggu depan. Bagi teman – teman (semoga Allah menjaga antum) yang baru bergabung. Kami ucapkan ”Selamat datang, salam dari kami” Semoga Allah memberikan manfaat kepada antum.

Silahkan lihat pembahasan buletin yang sebelum nya. Jika ada yang baru bergabung.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarkatuh

Prima Saputra (Abu Abdullah)

Padang, 12 Rabi’ Al-Thani 1431 H / 27 Maret 2010 M